Sekarang ini isu yang paling hangat adalah isu tentang naiknya harga BBM. Inflasi adalah dampak yang nyata jika harga BBM naik. Inflasi diperkirakan akan mencapai 6 persen. ya, secara teori makroekonomi angka ini memang masih termasuk dalam golongan inflasi ringan. Tetapi efek domino dari kenaikan inflasi inilah yang besar. Bila BBM naik, harga barang dan jasa apa yang tidak ikut naik? sebagai contoh harga-harga kebutuhan pokok pasti akan naik. Tarif angkutan umum, naik. Begitu pula tarif dasar listrik. Tentu ini akan menambah derita masyarakat menengah kebawah.
Salah satu kebijakan pemerintah untuk meredam dampak kenaikan BBM bagi masyarakat menengah kebawah adalah dengan BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat). BLSM ini menurut saya mirip dengan BLT. Menurut saya bantuan seperti ini sangat tidak mencerdaskan masyarakat. Mengapa saya anggap tidak mencerdaskan? Karena masyarakat jadi diinternalisasikan untuk mendapat solusi yang instan pasca kenaikan harga BBM. Masyarakat tidak dirangsang untuk mandiri secara ekonomi. Usaha-usaha domestik jika berkembang akan menyerap banyak tenaga kerja, menghasilkan produk yang inovatif, dan tentu saja akan mendongkrak perekonomian nasional. Masyarakat hanya diberi uang tunai untuk mencukupi kebutuhan (itu pun sebenarnya tidak cukup). Jangankan untuk mengembangkan usaha, yang terpikir adalah bagaimana harus makan hari ini. Seharusnya program pemerintah harus memacu masyarakat untuk kreatif menghidupi dirinya sendiri.
Kemudian, yang tidak kalah krusial, adalah pendistribusian bantuan ini. Bantuan langsung untuk warga miskin. Yang jadi pertanyaan adalah standar miskin apa yang dipakai? Siapa yang bisa dikatakan miskin? Apakah kita bicara tentang kemiskinan absolut atau relatif? mengingat banyak masyarakat yang kualitas hidupnya masih jauh dari baik, tapi belum bisa dikatakan miskin karena kategori tertentu.
Disamping itu Kompensasi kenaikan BBM melalui bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) merupakan proses pembodohan rakyat karena tidak menyelesaikan akar masalah dan hanya menyebabkan inefisiensi anggaran. Kebijakan ini akan berdampak negatif pada perilaku dan karakter masyarakat. Kebijakan ini sangat riskan menciptakan karakter masyarakat yang salalu dimanja dan menjadi bangsa “peminta-minta”. Selain itu, permasalahan efektifitas dan efisiensi kebijakan ini juga sangat diragukan, apalagi kalau kita melihat bahwa landasan kenaikan BBM adalah kondisi defisit keuangan negara yang semakin membengkak (bertolak belakang dengan kebijakan BLT).
Bantuan langsung itu menurut saya bukan solusi. Apa ada harga barang-barang atau yang lainnya yang turun setelah kenaikan harga BBM. Padahal Bantuan itu sifatnya sementara. Lalu pemerintah apa bisa menjamin adanya kenaikan pendapatan masyarakat? Ini seharusnya juga diperhitungkan oleh pemerintah.
Seharusnya pemerintah juga harus menimbang inisiatif lain selain menaikkan harga BBM. Yang jadi pertanyaan apakah iya dengan menaikkan harga BBM adalah jalan satu-satunya untuk mengatasi defisit keuangan negara??? Pemerintah dapat menaikkan cukai batubara yang menurut saya punya potensi untuk mengatasi masalah ini, serta menghemat beberapa pos, misalnya dana alokasi khusus (DAK), belanja pemerintah, dan sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar